Mungkin, menangis itu menjadikan kita sangat
tampak cengeng, kekanakan dan sama sekali tak dewasa. Tapi, kali ini rasanya
tak adil pula jika tangis itu, menandakan ketidaksiapan diri pada ketitik
dewasaan itu. Pecah tangispun di pangkuanmu Ibu, maka apakah ini pun bagian aku
masih tak layak mengatakan bahwa aku telah ingin belajar berdiri, disana
membangun butir-butir syurga itu.
Ibu, sesak ini semakin aku berpikir, kapankah aku
bisa menjadi layak untuk sebuah pengakuan itu?saat haruskah tak pernah aku menangis
lagi ketika aku menyampaikan setiap impianku?atau saat lagi aku tak bermanja di
pangkuanmu?kapan?saat apa?
Ibu, hanya untuk mencari penguat untuk berbakti
padamu lebih. Untuk bisa membangunkan syurga untukmu dan untuk ayah disana,
bersama genggaman erat yang akan menuntun aku membangun jalan kesempurnaan,
mengumpulkan bekal-bekal untuk menjemput ibu dan ayah di gerbang syurga
kelak.
Ibu, maka ridho Allah, adalah Ridhomu...